Minggu, 11 Juni 2017

Bubarkan KPK, Karena Telah Melakukan Kriminalisasi Pada Ulama

Bubarkan KPK, Karena Telah Melakukan Kriminalisasi Pada Ulama
KAMMI - Kesatuan Aksi Masyarakat Muslim Indonesia menuntut agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dibubarkan, karena telah melakukan kriminalisasi pada ulama.

"Bubarkan saja KPK, karena telah mendholimi dan melakukan kriminalisasi pada para ulama. Lihat saja apa yang dilakukan KPK terhadap bapak Amien Rais, terlihat KPK sangat mengada-ada dan telah melakukan perbuatan yang sangat keji terhadap beliau yang merupakan ulama besar", ujar Abu Munawar koordinator KAMMI.

Menurut Munawar, dalam persidangan kasus korupsi, biasanya dalam dakwaan itu hanya disebutkan bahwa terdakwa atau para pihak telah melakukan tindakan yang melawan hukum sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara sejumlah nilai tertentu.

"Jadi pertangungjawaban tentang uang hasil korupsi itu ada pada pelaku korupsi, karena dialah yang melakukan tindakan yang melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian uang negara. Dalam kasus korupsi alat kesehatan (alkes) di kementrian kesehatan ini, kok KPK mengada-ada dengan menyebut bahwa uang itu dipergunakan pelaku untuk apa saja dan diarahkan untuk memfitnah ulama", katanya

"Dengan menyebut dalam dakwaan bahwa uang dari pelaku (terdakwa) diantaranya ada yang ditransfer kepada bapak Amien Rais sebesar Rp.600 juta. Ini Tampaknya ada upaya kriminalisasi pada ulama, karena apa yang disampaikan dalam dakwaan KPK itu sudah melebar.dari pokok perkara, sebab pertangungjawaban tindak pidana korupsi itu ada pada para pelaku, tidak perlu diurai bahwa uang hasil korupsi itu dipakai apa saja dan atau diberikan kepada siapa saja", tutur Munawar.

Selain kasus yang ditimpakan/difitnahkan pada pak Amien, menurut Munawar, kriminalisasi pada ulama dan umat muslim bisa dilihat pada kasus korupsi yang dituduhkan/difitnahkan pada anggota DPR RI dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Yudi Adiana Widia.

Dimana KPK dalam dakwaannya pada terdakwa Aseng alias So Kok Seng, yang dibacakan di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) Jakarta, menyebutkan Yudi menerima uang dari Aseng untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara melalui perantara Muhammad Kurniawan, anggota DPRD Kota Bekasi dari PKS. Dimana KPK menyebutkan dengan detail rekaman komunikasi dalam dakwaan bahwa mereka berkomunikasi memakai kode Juz (Quran) dan kode2 lain dengan istilah bahasa arab.

"Tampak sekali ada indikasi bahwa KPK melakukan upaya kriminalisasi pada ulama dan umat muslim. Karena chating dan komunikasi  itu adalah antar pribadi dan bersifat privat/pribadi. Dan ada indikasi bahwa KPK telah melakukan penodaan terhadap Al Quran, karena menulis dalam dakwaan bahwa istilah juz (Quran) dan kode2 lain dalam bahasa arab menjadi  bahasa kode korupsi", ungkapnya

Menurut Munawar, dengan KPK menulis hal tersebut dalam dakwaan yang kemudian menjadi konsumsi publik, karena kemudian dimuat di berbagai media, sebenarnya KPK-lah yang membuat heboh karena menyebarkan komunikasi pribadi ke ruang publik.

Bercermin pada kasus yang juga menimpa habib Rizieq, seharusnya orang yang menyebarkan chating beliau harus ditindak dulu secara hukum, karena sms/telpon/komunikasi antar pribadi itu bersifat pribadi. Maka dalam kasus korupsi yang difitnahkan pada Yudi anggota DPR RI dari PKS itu baru bisa ditindak-lanjuti secara hukum, jika KPK sebagai penyebar info/komunikasi pribadi ke ruang publik terlebih dahuklu ditindak secara hukum dengan tuduhan telah melakukan penodaan terhadap Al Quran yang merupakan kitab suci umat muslim.

Munawar menjelaskan bahwa untuk itu wajib hukumnya bagi umat muslim untuk melawan KPK, dan KPK harus dibubarkan.

Perlawanan terhadap KPK juga dikumandangkan Kader Partai Amanat Nasional (PAN) Banten melakukan pernyataan sikap terkait disebutnya Amien Rais dalam perkara korupsi alkes. Kader partai berlambang matahari putih tersebut menuntut agar ada keadilan dan meminta menghentikan kriminalisasi terhadap ulama

Bahkan Sebanyak 10.000 pasukan Satgas PAN Jawa Timur mengancam akan menduduki kantor KPK.

Sikap kritis juga disampaikan oleh Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) yang meminta, agar jika ada kasus hukum yang melibatkan ulama, sebaiknya diselesaikan dengan tidak melalui jalur hukum, dimana bisa diselesaikan dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atau depoonering (mengesampingkan penuntutan)

Tak ketinggalan Habib Rizieq juga menyampaikan seruannya, sebagaimana terlihat pada akun Twitternya @RizieqSyihabFPI, seolah geram Habib Rizieq mengungkapkan isi hatinya melalui poster yang dilampirkan dalam twitt-nya:
"Stop Kriminalisasi Ulama!
Ayo... jaga dan lindungi Amin Rais...!!!
Jangan biarkan beliau dihina dan dikriminalisasi...!!!
Ayo... umat Islam rapatkan barisan dan satukan potensi...!!!
Ayo... lawan segala bentuk kezaliman...!!!"



Rabu, 07 Juni 2017

PT SPKN dan atau PT Bintang Ilmu Terlibat Dugaan Korupsi Buku di Kementrian Desa ?

PT SPKN dan atau PT Bintang Ilmu Terlibat Dugaan Korupsi Buku di Kementrian Desa ?
MARKUS - Masyarakat Anti Korupsi menyorot pengadaan buku perpustakaan untuk sekolah2 yang dilaksanakan pada tahun 2014 oleh kementrian Pembangunan Desa Tertinggal (PDT).

Pengadaan "Bantuan Stimulan Paket Buku Perpustakaan Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Lembaga Pendidikan di Daerah Tertinggal (DEP I PB 01)" yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengembangan Sumber Daya Kementrian PDT dengan kode lelang 767243 senilai Rp. 5 milyar tersebut, menurut Markus ada beberapa kejanggalan.

Rony Asrul, koordinator Markus menyatakan, bahwa selain pengadaan buku perpustakaan oleh kementrian PDT itu tumpang tindih penganggarannya dengan pengadaan buku perpustakaan untuk seluruh sekolah2 di Indonesia yang dilaksanakan oleh kementrian pendidikan, dalam pelaksanaannya juga ditemukan adanya dugaan bahwa buku2 yang dikirimkan ke sekolah2 dalam program yang dilaksanakan oleh kementrian PDT adalah buku yang sudah kedaluwarsa dan atau buku lama yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan.

"Masa sih untuk akhir tahun 2014, perpustakaan sekolah2 itu diberi buku lama, infonya terindikasi buku yang dikirimkan ke sekolah2 itu ada yang merupakan terbitan dan atau cetakan tahun 2003", tutur Rony.

Menurut Rony, tentunya sangat janggal jika satuan kerja di kementrian PDT merencanakan pengadaan dan membuat dokumen pengadaan agar buku2 yang harus diadakan dan harus dikirim ke sekolah2 adalah buku2 lama. Apalagi kemudian dengan perencanaan dan atau pengadaan tersebut akhirnya mengarah bahwa hanya pihak tertentu saja yang bisa melaksanakan program tersebut.

Dari proses yang janggal ini ada indikasi akhirnya buku2 hanya bisa disediakan dan dikirim dari PT SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) dan atau PT Bintang Ilmu. Meskipun tampaknya merupakan perusahaan yang berbeda, akan tetapi jika ditelusuri aliran dananya terindikasi merupakan milik orang2 yang sama. Dan dari proses administrasi maupun aliran keuangan dalam pengadaan tersebut, patut diduga bahwa perusahaan2 yang menawarkan diri sebagai penyedia adalah perusahaan2 yang dipinjam saja, hanya untuk sekedar memenuhi persyaratan dalam proyek ini.

"Hal semacam ini bisa menimbulkan dugaan di masyarakat, bahwa ada korupsi dalam pembelian buku2 untuk perpustakaan sekolah yang dilaksanakan oleh kementrian PDT. Kenapa membeli buku lama dan atau buku bekas dan atau buku sisa stok gudang yang tidak laku, yang sebenarnya bisa jadi kalau dipasaran, buku lama itu dijual sebagai kertas bekas dengan harga kilo-an, tapi kementrian PDT membelinya dengan harga seolah itu merupakan buku baru. Ada apa ini? kata Rony.

Untuk itu Rony berharap, agar aparat negara mengusut kasus tersebut. Akan tetapi jika aparat hukum segan dan atau agar tidak menjadi alasan klasik pegawai negara, khususnya bagi pegawai kementrian PDT, bahwa takut melaksanakan pekerjaan/ program pemerintah karena takut terjerat masalah hukum, maka jika dalam program pengadaan pengadaan buku perpustakaan sekolah oleh kementrian PDT ditemukan hal seperti itu, sebaiknya buku2 lama dan atau buku bekas yang dikirim itu diganti dengan buku2 baru dan buku2 yang sesuai dengan kebutuhan.

"Ya kalau aparat hukum segan karena ternyata ada kekuatan besar dibelakang masalah ini, dan bisa menimbulkan alasan klasik bahwa enggan melaksanakan program karena takut terjerat hukum, ya aparat hukum tidak perlu mengusut kasus dugaan korupsinya, cukup mengusut dan meminta serta memonitor agar buku2 lama itu diganti dengan buku2 baru" tutur Rony.

"Ini memang kasus tahun 2004, kenapa diungkap sekarang, karena kami berharap jangan sampai hal ini diulangi lagi. Karena ada indikasi, karena telah sukses melakukan hal ini, maka infonya akan dianggarkan lagi pengadaan buku untuk perpustakaan sekolah yang nilainya puluhan milyar dengan pola & modus yang sama. Selain ini tumpang tindih dengan program dari kementrian pendidikan, juga akan menimbulkan pertanyaan di masyarakat, mengapa kementrian PDT (sekarang menjadi satu dengan kementrian desa) membeli barang2 yang tidak sesuai kebutuhan. Ada apa ini? pungkasnya.



Jumat, 02 Juni 2017

KPK Sebut Amien Rais Menerima Uang Rp. 600 Juta Dalam Korupsi Alkes di Kementrian Kesehatan

KPK Sebut Amien Rais Menerima Uang Rp. 600 Juta Dalam Korupsi Alkes di Kementrian Kesehatan
Inline image
Dua mantan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Amien Rais dan Sutrisno Bachir disebut menerima uang hasil korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan tahun 2005.

Sutrisno Bachir disebut menerima Rp 250 juta pada 26 Desember 2006.

Sementara uang mengalir ke rekening Amin Rais berjumlah Rp 600 juta yang ditransfer sebanyak enam kali.

Transfer tersebut pertama kali pada 15 Januari 2007, kemudian 13 April 2007, 1 Mei 2007, 21 Mei 2007, 13 Agustus 2007 dan 2 Nopember 2007 masing-masing Rp 100 juta.

Uang tersebut ditransfer dari rekening Yurida Adlaini selaku sekretaris Yayasan Sutrisno Bachir Foundation.

Uang tersebut berasal dari PT Mitra Medidua yang ditunjuk secara langsung alias tanpa tender oleh Siti sebagai penyedia alat kesehatan.

Selain itu, uang juga mengalir ke Nuki Syahrun selaku ketua Yayasan Sutrisno Bachir Foundation sebesar Rp 65 Juta.

"Adanya aliran dana dari PT Mitra Medidua yang merupakan suplier PT Indofarma Tbk dalam pengadaan alat kesehatan buffer stok kepada pihak-pihak Partai Amananat Nasional tersebut yakni Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastito anak terdakwa sendiri merupakan tujuan yang hendak dicapai terdakwa," kata Jaksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Ali Fikri saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,

Arahan tersebut adalah dari Siti kepada Kuasa Pengguna Angaran dan Pejabat Pembuat Komitmen Mulya A Hasjmy untuk mengurus penunjukan langsung PT Indofarma Tbk.

"Pada saat memberikan arahan kepada Mulya A Hasjmy saat menunjuk Indofarma dengan mengatakan 'Ya Mul, PT Indofarma tolong dibantu, apalagi kamu lihat sdri Nuki adalah adik petinggi PAN, sama juga kita bantu PAN kamu ajukan permohonan PL-nya kepada saya'," kata Ali Fikri.

Pengadaan Alat Kesehatan guna mengantisipasi Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departeman Kesehatan RI

Pada kasus tersebut, Siti Fadilah dituntut pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 500 juga subsidair enam bulan kurungan.

Menteri Kesehatan RI 2004-2009 Siti Fadilah Supari didakwa menyalahgunakan wewenangnya terkait pengadaan alat kesehatan (Alkes) guna mengantisipasi Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Depkes RI atau pengadaan Alkes Untuk buffer stock.

Perbuatan Siti Fadilah telah memperkaya PT Indofarma Tbk Rp 364.678.940 dan memperkaya PT Mitra Medidua Rp 5.783.959.060 sehingga telah mengakibatkan kerugian negara Rp 6.148.638.000.

----------------------------------
Alasan Pimpinan KPK Tak Mau Ditemui Oleh Amien Rais

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menolak bertemu dengan mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amin Rais. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa alasan penolakan tersebut untuk menjaga independensi KPK dalam penegakan hukum.

"Tentu pimpinan KPK  punya kewajiban untuk menjaga dan meminimalisir pertemuan dengan pihak terkait yang berperkara," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta,

Apalagi, menurut Febri, nama Amien Rais  disebut dalam surat tuntutan terhadap mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Menurut Febri, Amien Rais masih terkait secara langsung dalam rangkaian konstruksi kasus.

"Tidak dapat menemui kalau masih terkait secara langsung perkara yang ditangani KPK" kata Febri.

Mantan Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menilai sikap pimpinan KPK tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Indriyanto, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK  mengatur bahwa pimpinan tidak diperkenakan mengadakan hubungan langsung atau tidak langsng dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani KPK.

Bahkan, undang-undang tersebut memiliki sanksi pidana apabila dilanggar.

"Juga kode etik KPK melarang hal yang sama. Jadi keputusan pimpinan KPK adalah sudah benar, tepat dan sesuai dengan UU dan kode etik KPK" kata Indriyanto saat dihubungi.

Sebelummya, nama mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu disebut dalam persidangan terhadap terdakwa mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, di Pengadilan Tipikor Jakarta, .

Menurut jaksa KPK , berdasarkan fakta persidangan, Amien Rais menerima enam kali pemberian uang yang jumlah totalnya sebesar Rp 600 juta. Uang tersebut berasal dari keuntungan perusahaan swasta yang ditunjuk langsung oleh Siti Fadilah untuk menangani proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan.

Untuk menanggapi dan menerangkan tuduhan itu, Amien Rais menggelar konferensi pers di rumahnya di Jakarta pada hari ini.

Setelah itu, Amien berencana mengunjungi kantor KPK pada pekan depan. Kedatanganya untuk menemui ketua KPK

"Hari Senin saya akan minta ketemu Pak Agus Rahardjo dan ketua-ketua KPK yang lain. Syukur kalau utuh," tuturnya.



Kamis, 01 Juni 2017

Kejaksaan Diharap Tidak Gentar Bongkar Tuntas Dugaan Korupsi PDAU di Sidoarjo

Kejaksaan Diharap Tidak Gentar Bongkar Tuntas Dugaan Korupsi PDAU di Sidoarjo
Foto: Kejaksaan Geledah Kantor PDAU Sidoarjo

Setelah melakukan penggeledahan pada kantor Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) kabupaten Sidoarjo, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo meningkatkan pengusutan kasus dugaan korupsi di PDAU itu dari tingkat penyelidikan menjadi penyidikan terkait adanya dugaan kebocoran dana milyaran rupiah mulai tahun 2010-2016.

Penyidik kejaksaan menemukan beberapa alat bukti, diantaranya berupa kwitansi/ tanda terima uang yang diduga mengalir pada oknum pejabat eksekutif dan atau legislatif kabupaten Sidoarjo

Penyidik Kejari Sidoarjo telah memeriksa sejumlah pihak diantaranya, Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Sidoarjo, Dewan Pengawas PDAU, Kepala Inspektorat, Lapindo Berantas Inc, SKK Migas, PT. BBG, dan juga rekanan PDAU Sidoarjo untuk mengungkap dugaan korupsi miliaran rupiah pengelolaan keuangan di PDAU Sidoarjo sejak 6 tahun terkahir yakni 2010-2016 itu. Penyidik kini memfokuskan penyidikan untuk tiga unit diantaranya yakni Delta Grafika, Delta Gas dan Delta Properti di PDAU Sidoarjo yang diduga merugikan miliaran uang negara itu.

Sedangkan untuk pemeriksaan pada para anggota DPRD kabupaten Sidoarjo, kejaksaan masih menunggu persetujuan dari Gubernur Jawa Timur (Jatim), dimana surat permohonan kepada Gubernur sudah disampaikan oleh kejaksaan, tinggal menunggu persetujuan saja.

KRAMAS -Kesatuan Aksi Remaja Anti Korupsi mendesak Gubernur Jatim agar tidak menghambat proses penyidikan kasus korupsi dengan segera mengeluarkan surat persetujuan agar aparat hukum bisa memeriksa para anggota DPRD kabupaten Sidoarjo yang diduga terlibat dalam kasus korupsi PDAU tersebut.

Agus Rusianto, ketua Kramas juga berharap agar kejaksaan Sidoarjo tidak gentar mengusut dugaan korupsi PDAU ini secara tuntas, dan berharap bisa membongkar siapa sebenarnya dalang dan yang menikmati dana hasil korupsi itu.

Agus memberi apresiasi positif atas kinerja kejaksaan Sidoarjo dibawah pimpinan Sunarto, karena telah banyak membongkar kasus korupsi, misalnya kasus korupsi PDAM, dinas pertanian, dinas pengairan, dinas pendidikan dll, yang dimasa sebelumnya terkesan tak tersentuh hukum.

Karena ketegasan itu, sampai bermunculan info dan atau rumor, bahwa para elit penguasa di Sidoarjo berupaya agar para pimpinan kejaksaan Sidoarjo diganti dengan orang2 yang bisa tunduk pada mereka. Untuk itu Agus berharap agar kalaupun ada pergantian karena memang merupakan mekanisme rutin dari sebuah lembaga negara, semoga penerusnya tetaplah orang2 yang mempunyai integritas dan tidak takut pada ancaman & tekanan. Karena masih banyak kasus dugaan korupsi di Sidoarjo yang perlu diungkap, misalnya dugaan beralihnya aset pemerintah kabupaten pada pihak swasta dan atau adanya indikasi aset pemerintah yang dijadikan agunan kredit oleh pihak swasta pada bank, dll

Sementara itu sekretaris daerah kabupaten Sidoarjo, Joko Sartono ketika dihubungi ponselnya 08121651166 dan 082131568888 belum bersedia memberi tanggapan, sebagaimana sikapnya saat selesai diperiksa di kantor Kejari Joko menghindar dari wartawan dan berlari sambil menutupi wajahnya dengan sebuah map.

Sedangkan kepala kejaksaan Sidoarjo, Sunarto ketika dihubungi ponselnya 081331628000 belum bersedia memberi keterangan secara detail karena untuk keperluan pengusutan secara tuntas, dan untuk keterangan sementara wartawan bisa menghubungi kasi intel atau kasi pidsus kejaksaan Sidoarjo.



Sumber: http://pergerakanindonesia1.blogspot.co.id/2017/06/kejaksaan-diharap-tidak-gentar-bongkar.html

8 Poin Surat Ancaman Terbuka Presidium Aksi 212 Untuk Pemerintah RI

8 Poin Surat Ancaman Terbuka Presidium Aksi 212 Untuk Pemerintah RI
Ketua Presidium Alumni 212 Ustad Ansufri Idrus Sambo memberikan keterangan kepada awak media saat menggelar jumpa pers di Masjid Baiturrahman, Jakarta, Kamis (25/5).
Presidium Alumni Aksi 212 menyampaikan pernyataan sikap dan surat terbuka terkait rezim Presiden Joko Widodo. Hal ini disampaikan semata-mata demi menjaga keutuhan NKRI dan agar negeri ini diselamatkan oleh Allah dari segala macam kerusuhan, konflik horizontal, dan disintegrasi bangsa.

Pernyataan sikap tersebut disampaikan Ketua Presidium Alumni 212, Ansufri ID Sambo dalam konferenai pers di Masjid Baiturrahman, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, Rabu (31/5) sore. Berikut delapan poin yang disampaikan dalam surat terbuka tersebut:

1. Mendesak tim investigasi Komnas HAM untuk segera mengeluarkan rekomendasimya bahwa rezim Jokowi telah melakukan pelanggaran berat secara sistematis, masif dan terstruktur terhadap para ulama, aktivis-aktivis pro keadilan dan ormas Islam HTI.

2. Membawa hasil rekomendasi Komnas HAM tersebut ke jalur konstitusional di DPR dan mendesak DPR melakukan sidang istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban presiden yang dianggap sudah melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran hukum dengan mengkriminalisasi para ulama, aktivis-aktivis, dan membubarkan ormas islam HTI.

3. Membawa hasil rekomendasi Komnas HAM tersebut ke dunia internasional yaitu OKI, dan pengadilan internasional untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan yang diduga kuat dilakukan oleh rezim Jokowi terhadap ulama, aktivis aktivis pro keadilan dan, ormas Islam.

4. Menggalang kekuatan umat di seluruh Indonesia dengan melakukan Aksi Damai Bela Ulama. Dan aksi mosi tidak percaya kepada pemerintah dan menuntut mundur Jokowi dari jabatan presiden karena sudah melanggar sumpahnya sebagai Presiden RI untuk menegakkan hukum dan konstitusi dengan sebenar-benarnya dan juga untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

5. Meminta Polri dan TNI untuk bertindak netral dan tidak menjadi alat kekuasaan rezim penguasa, dan selalu dibelakang rakyat dalam menegakkan dan menuntut keadilan di negeri ini. Kami minta TNI dan Polri untuk tidak bertindak represif kepada rakyat selama rakyat menjalankan aksi dengan damai, tertib dan konstitusional.

6. Melakukan tabligh akbar, istighosah, dzikir dan doa di seluruh pelosok Indonesia agar Allah menurunkan pertolongan-Nya untuk menyelamatkan ulama, dan menyelamatkan negeri dari kedzaliman-kedzaliman rezim penguasa saat ini (Ramadhan adalah bulan pengabulan doa-doa)

7. Khusus untuk penetapan tersangka pada Habib Rizieq, dan rencana kepulangan beliau ke Tanah Air maka kami Presidium Alumni 212 bersama tim pembela ulama mengajak ormas-ormas Islam lainnya dan juga komponen masyarakat cinta ulama untuk mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbol matinya keadilan di negeri ini dan juga melakukan Aksi 1 Juta Massa untuk menjemput Habib Rizieq di Bandara Soekarno-Hatta.

8. Sebagai rasa hormat kami kepada Bapak Presiden Jokowi, kami mengimbau masih ada kesempatan dan belum terlambat bagi Bapak Jokowi dapat mengakhiri semua kegaduhan-kegaduhan ini dengan memerintahkan Kapolri dan Jaksa Agung untuk menghentikan semua kriminalisasi ulama dan aktivis aktivis dengan mengeluarkan SP3 dan SKP2 Serta mencabut pernyataan pembubaran HTI.

"Terimakasih Bapak Presiden Jokowi atas perhatian dan kelapangan hatinya untuk menerima dan membaca surat terbuka ini, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan rahmat-Nya kepada Pak Jokowi," kata Ansufri.